Pada tanggal 2 September 2025 lalu, saya mendapatkan undangan dari Institute of Malaysian and International Studies (IKMAS) Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk memberikan materi pelatihan dengan label "Executive Training on Border Management 2025". Kegiatan pelatihan ini merupakan kolaborasi antara Universiti Kebangsaan Malaysia dengan Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) Malaysia dan Majelis Keselamatan Negara (MKN) Malaysia. Program pelatihan eksekutif untuk pegawai pemerintah ini dijadwalkan berlangsung dari 2 September 2025 hingga 13 Februari 2026 dengan mengambil tempat pelatihan di beberapa tempat/kampus di Bangi, Durham, London, Belfast, dan Sabah. Program ini merupakan inisiatif peningkatan kapasitas bagi pejabat senior sektor publik di bidang pengelolaan perbatasan negara Malaysia.
Pada sesi pagi, saya membawakan materi bertajuk "Managing Borders Today: Concepts, Limology (Border Studies), and Contemporary Debates". Pada paparan ini, saya menekankan bahwa batas negara tidak lagi bisa dipahami semata sebagai garis statis di peta, melainkan sebagai ruang hidup yang dinamis. Perbatasan dipengaruhi oleh isu sengketa wilayah, keamanan, diplomasi, mobilitas, hingga interaksi sehari-hari masyarakat.
Saya juga memperkenalkan konsep Limologi (Limology) sebagai studi perbatasan yang mempelajari perbatasan tidak hanya bersifat multidisipliner namun juga interdisipliner yang melibatkan berbagai bidang ilmu seperti geografi, politik, hukum, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya. Pada sesi ini menyoroti bahwa manajemen perbatasan saat ini tidak hanya terkait dengan kedaulatan dan keamanan saja, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal serta kerja sama lintas batas. Perdebatan kontemporer, seperti keamanan versus mobilitas, integrasi versus eksklusi, serta munculnya bentuk perbatasan baru yang non-fisik (digital, kesehatan, lingkungan), turut menjadi isu penting yang diangkat.
Diskusi ini memperkaya cara pandang kita bahwa manajemen perbatasan bukan hanya soal administrasi dan kontrol terhadap perbatasan negara semata, namun juga soal kemanusiaan, kerja sama, dan masa depan kawasan.
Pada sesi siang, saya bergabung dalam diskusi panel bersama Prof. Dewi Fortuna Anwar (Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN, Indonesia) dan Dr. Aizat Khairi (UKM). Panel ini membahas peran ASEAN dalam menangani sengketa perbatasan serta mekanisme penyelesaiannya secara damai. Diskusi yang berlangsung hangat ini menegaskan bahwa perbatasan tidak hanya menyimpan potensi konflik, tetapi juga peluang kerja sama. ASEAN dipandang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan melalui dialog, diplomasi, dan penyelesaian sengketa yang konstruktif.
Melalui kegiatan ini, semakin ditekankan bahwa menjaga perbatasan bukan hanya persoalan garis teritori, tetapi juga membangun kepercayaan, solidaritas, dan masa depan bersama di Asia Tenggara.
Sumber : https://www.kompasiana.com/fauzanfauzan2115/68d36e9dc925c448552655b2/berbagi-pandangan-dalam-executive-training-on-border-management-2025#google_vignette